Selasa, 21 April 2009


Kanker Leher Rahim atau Kanker Serviks di Indonesia

Tahukah anda bahwa setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks. Kanker serviks cenderung muncul pada perempuan berusia 35-55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuan dengan usia yang lebih muda

Kanker serviks (cervical cancer) adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim atau serviks. Serviks adalah bagian rahim yang menghubungkan rahim sebelah atas dengan vagina.

Kanker serviks adalah kanker nomor 2 yang paling sering menyerang perempuan di seluruh dunia. Kanker serviks adalah kanker nomor 2 yang paling sering menyebabkan kematian pada perempuan di seluruh dunia.

Setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks. Kanker serviks cenderung muncul pada perempuan berusia 35-55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuan dengan usia yang lebih muda.

Di Indonesia, kanker serviks merupakan kanker tersering di Indonesia (34,4 % dari kanker pada perempuan). Hampir 70 % pasien sudah pada stadium lanjut ( stadium II B ke atas) dengan angka kesintasan rendah. Diperkirakan setiap tahun terjadi 15.000 kasus baru dengan 8000 kematian per tahun. Per harinya terjadi 40-45 kasus baru dengan 20-25 kematian per hari atau satu orang meninggal tiap jamnya.

Cakupan skrining di Indonesia masih di bawah 5 % padahal idealnya adalah 80%

Apa saja gejala kanker serviks?

Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear.Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut :

1. Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :

o Pendarahan di antara periode menstruasi yang regular
o Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
o Pendarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul

2. Rasa sakit saat berhubungan seksual

Bila mengalami salah satu gejala di atas, segeralah hubungi dokter! Kondisi di atas tidak selalu disebabkan oleh kanker serviks, tapi dapat merupakan tanda infeksi vagina yang perlu segera diobati.

Apa penyebab kanker serviks?

Lebih dari 95 persen dari kanker serviks disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai Human Papilloma Virus (HPV).

HPV atau Human Papilloma Virus adalah sejenis virus yang menyerang manusia. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV dimana sebagian besar tidak berbahaya, tidak menimbulkan gejala yang terlihat dan akan hilang dengan sendirinya . Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun).

Bagaimana HPV bisa menyebar?

HPV dapat menginfeksi semua orang, karena HPV dapat menyebar melalui hubungan seksual. Mereka yang berhubungan seksual pada usia sangat muda (di bawah 20 tahun) serta sering berganti pasangan seksual memiliki resiko tinggi untuk terkena infeksi HPV. Namun perlu diingat bahwa setiap perempuan beresiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya.

Infeksi HPV dan Kanker Servik

Setelah terjadi infeksi HPV pertama, perkembangan ke arah kanker serviks bergantung dari jenis HPV resiko tinggi atau rendah, yang biasa disebut lesi pra kanker. HPV tipe resiko rendah (tipe 6 dan 11) hampir tidak beresiko menjadi kanker serviks, tapi dapat menimbulkan genital warts.

Sebagian besar infeksi HPV akan sembuh dengan sendirinya dalam 1-2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh alami1. Namun demikian infeksi menetap yang disebabkan oleh tipe-tipe HPV resiko tinggi seperti tipe 16 atau 18 akan mengarah pada kanker serviks. Kanker serviks mulai berkembang ketika sel-sel abnormal pada dinding serviks mulai memperbanyak diri tanpa terkontrol dan membentuk sebuah benjolan yang disebut tumor.

Faktor Resiko

Hal-hal berikut telah diketahui meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim yakni :

1. Menikah terlalu muda (di bawah usia 20 tahun)
2. Memiliki mitra seksual multipel ( lima mitra resiko meningkat menjadi 12
kali)
3. Terpapar penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)
4. Merokok ( meningkatkan risiko sebesar 2,7 kali)
5. Kekurangan vitamin A, vitamin C dan Vitamin E

Kanker Serviks di Indonesia paling banyak ditemukan pada usia 35-49 tahun

Kendala yang Dihadapi Indonesia
Terbatasnya sarana dan sumber daya manusia

Salah satu contoh yang menyerang Seorang anak perempuan yang baru berumur empat tahun baru-baru ini terdeteksi terinfeksi Human papilloma virus atau HPV, yang dapat menyebabkan kanker serviks. Ada pula kasus perempuan yang sudah berumur 78 tahun yang baru terinfeksi HPV. Bahkan di Finlandia banyak perempuan yang terkena HPV, yang setelah diteliti ternyata diakibatkan karena sering berada di tempat atau toilet yang lembab.

Penemuan-penemuan ini mengejutkan dunia kedokteran onkologi-ginekologi, sebab menurut perkiraan awal, virus ini biasanya menular melalui hubungan seksual. Namun kini ternyata kasus-kasus infeksi HPV yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual, mulai bermunculan bahkan semakin meningkat.

Hal ini dikemukakan oleh Dr. dr. Andrijono, SpOG (K), Dokter Spesialis Ginekologi-Onkologi Konsultan FK UI-RSCM, dalam peluncuran vaksin HPV dari GlaxoSmithKline (GSK) di Jakarta, Kamis (14/2). Namun untuk jumlah kasusnya, Andrijono tidak bisa menyebutkan secara pasti.

Dengan adanya fakta penularan baru ini, setiap perempuan berisiko terkena infeksi HPV tanpa memandang usia dan gaya hidup. Penularan HPV adalah melalui kontak kulit dengan kulit, bukan melalui darah atau turunan.

"Pada banyak kasus, HPV menular melalui hubungan seks yang tidak normal, gonta-ganti pasangan, menikah usia muda atau tua, dan merokok," kata Andrijono.

Dari banyak jenis HPV, tipe 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia. Tidak hanya kanker serviks, Andrijono juga menyebutkan, HPV bisa menyebabkan kanker mulut atau kanker anus pada orang yang melakukan oral seks atau anal seks, walaupun jumlahnya masih tidak sebanyak kanker serviks.

Namun tidak semua infeksi HPV menyebabkan kanker serviks. Kebanyakan infeksi HPV akan menghilang dengan sendirinya, tapi beberapa akan menetap dan bisa menyebabkan kanker serviks.

Tidak seperti virus lainnya, ketika seorang perempuan terinfeksi virus HPV, tidak berarti dia akan memiliki kekebalan terhadap virus ini. Oleh karena itu meskipun seorang perempuan telah terpapar HPV, dia tetap berisiko untuk mendapatkan infeksi berulang.

Hingga kini belum ada obat untuk infeksi HPV. Jika seseorang terinfeksi HPV yang bisa dilakukan hanyalah menjaga ketahanan tubuhnya melalui gaya hidup yang lebih baik sambil terus memeriksakan diri, apakah HPV akan hilang dengan sendirinya atau malah berkembang menjadi kanker. Deteksi dini kanker serviks masih bisa diatasi dengan operasi atau penyinaran.

Data yang diberikan oleh Andrijono menyebutkan jumlah kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 40 sampai 45 per hari, dan jumlah kematiannya mencapai 20 hingga 25 orang per hari. Hal itu menyebabkan kanker serviks juga menjadi kanker pembunuh nomor satu di Indonesia selain kanker payudara.

Oleh karena kanker serviks disebabkan oleh virus, pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi untuk mencegah infeksi HPV. Dalam acara peluncuran vaksin ini, GSK secara khusus merancang sebuah vaksin HPV menggunakan adjuvan inovatif ASO4 untuk memproteksi remaja putri dan perempuan dewasa terhadap tipe HPV penyebab utama kanker serviks.

"Vaksin ini merupakan sel kosong yang menyerupai HPV, tapi tanpa DNA virus, jadi hanya cangkangnya saja, sehingga ketika vaksin ini dimasukkan ke dalam tubuh, tubuh akan merespon dengan membentuk antibodi," kata dr Anna Lissa B Hamada, MD, PHD, GlaxoSmithKline Manager of Medical Affairs, HPV Vaccine.

Adjuvan merupakan substansi yang akan memperkuat respon imun terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau antigen. Adjuvan ASO4 terbukti secara klinis dapat meningkatkan produksi antibodi dalam jangka waktu yang lama. Efek samping dari pemberian vaksin ini, menurut Anna, berupa rasa nyeri, bengkak, dan kemerahan pada daerah injeksi, serta reaksi umum seperti lemas, sakit kepala, dan sebagainya.

Andrijono dan Anna menyarankan bagi setiap perempuan yang sudah menikah atau sudah pernah berhubungan seksual untuk melakukan skrining, yang disebut papsmear, terlebih dahulu baru divaksin. Sementara itu bagi remaja putri bisa langsung divaksin.

Vaksin HPV ini ditujukan untuk perempuan usia 10 tahun sampai 55 tahun, dengan jadwal pemberian vaksin adalah tiga dosis, yaitu pada bulan ke-0, ke-1, dan ke-6.



Kanker Serviks Bisa Dicegah dengan Vaksinasi

Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan kanker yang paling sering terjadi pada perempuan Indonesia. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2002, kasus kanker serviks menempati peringkat pertama dari 10 jenis kanker yang paling banyak diderita perempuan Indonesia, yakni 2.532 kasus.
Tahun 2005, kasus kanker serviks di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker payudara dari 10 jenis kanker, yakni 5.069 kasus (berdasarkan Maglignant Neoplasm ) dan 6.511 kasus berdasarkan letak infeksinya. Berdasarkan data rumah sakit, prevalensi kanker ginekologis Indonesia tahun 2007 berjumlah 2.970 kasus. Namun kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang dapat dicegah.
Sayangnya, di Indonesia, 80 persen penderita yang datang memeriksakan dirinya sudah dalam stadium lanjut. Akibatnya, banyak yang kemudian meninggal dunia karena terlambat diobati. Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) M Farid Aziz mengatakan, setiap perempuan tanpa mengenal usia dan latar belakang berisiko terkena kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi atau terinfeksi virus Human Papilloma Virus (HPV), khususnya tipe 16 dan 18.
“Penderita kanker serviks yang masih stadium I dan II di negara maju ada sekitar 80 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara berkembang, di mana penderita kanker serviks stadium III dan IV di negara berkembang sekitar 80 persen,”ujarnya, Rabu (21/1) di Jakarta.
Menurutnya, pencegahan dini yang dapat dilakukan adalah melalui tes pap smear. Tes pap smear merupakan upaya pencegahan sekunder untuk mendeteksi proses neoplasia pada stadium dini melalui screening atau dengan menggunakan terapi untuk menghilangkan lesi. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk mendapatkan cakupan yang luas dari populasi yang memiliki risiko, menguji dengan tes yang akurat sebagai bagian dari pelayanan yang berkualitas, dan memastikan perempuan yang positif terinfeksi ditangani secara benar.
Tes pap smear yang dilakukan di negara maju terbukti dapat menurunkan angka kematian karena kanker serviks. Namun tes tersebut tidak dapat sepenuhnya dilakukan di negara berkembang karena biayanya relatif mahal, memerlukan tenaga ahli yang cukup dan pengorganisasian yang rapih. “Untuk melakukan hal-hal yang canggih, kita tidak bisa. Pemerintah tidak punya program screening untuk mendeteksi itu. Pencegahan di Indonesia sifatnya masih sporadism, seperti datang langsung ke dokter,” lanjut Farid Aziz.

DiPuskesmas Ada pencegahan yang paling praktis dan biayanya lebih murah, yakni lewat inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Ini biasa dilakukan di puskesmas. Namun, bila masalah biaya bukan lagi menjadi kendala, maka pencegahan yang sangat praktis ialah dengan vaksinasi. Farid mengatakan, vaksinasi sangat praktis karena cukup dengan suntikan, tidak memerlukan perlengkapan yang rumit, dan memiliki efektivitas yang tinggi.
Hal senada diutarakan oleh Samsuridjal Djauzi dari Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Dia menjelaskan, vaksin untuk kanker serviks pertama kali ditemukan oleh Prof Harald zur Hausen. Namun, vaksin ini kemudian dikembangkan oleh Prof Ian Frazer dari Universitas Queenland’s Australia. Vaksin HPV merupakan vaksin pertama yang secara spesifik diciptakan untuk mencegah kanker.
Menurutnya, tidak seperti beberapa virus lain, jika seorang perempuan terinfeksi virus HPV, bukan berarti perempuan tersebut akan memiliki kekebalan terhadap virus ini. “Dia tetap berisiko terkena infeksi berulang dari tipe HPV yang sama atau berbeda dan tetap berisiko terkena kanker serviks,” ujar konsultan alergi imunologi ini. Meski demikian, 10 persen perempuan yang menderita kanker serviks, tidak disebabkan oleh virus HPV, tetapi oleh mutasi gen yang mengatur pertumbuhan sel.
Samsuridjal, mengatakan ciri-ciri orang yang terinveksi virus HPV adalah antibodinya lambat untuk terbentuk dan hanya 50 persen saja yang bisa terdeteksi. Kedua, level antibodi sangat rendah, sehingga tidak memberikan perlindungan. “Vaksin kanker serviks bekerja dengan meningkatkan kekebalan tubuh untuk dapat melindungi dari infeksi atau re-infeksi HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks,” ujarnya.
Dia menjelaskan, vaksin HPV dapat membentuk antigen, yakni substansi yang memicu terjadinya respons imun (kekebalan) tubuh. Tetapi antigen tersebut harus diperkuat antibodi dengan adjuvant, yakni substansi yang memperkuat respons imun terhadap antigen. Antigen yang sudah diperkuat dengan adjuvant tersebut sudah` tidak berbahaya.
Dari studi klinis terkini, vaksin kanker serviks menunjukkan tingkat antibodi yang tinggi, memberikan perlindungan 100 persen terhadap infeksi HPV 16 dan HPV 18 selama lebih dari 6,4 tahun. Selain itu, vaksin ini juga memberikan perlindungan silang tambahan terhadap tipe HPV onkogenik yang lain
seperti HPV 45, 31 dan 52. Vaksin HPV terbukti pula merangsang pembentukan antibodi pada remaja putri dan wanita dewasa.
Samsuridjal menambahkan, vaksin HPV dapat diberikan pada anak perempuan berusia 10 tahun. “Usia yang paling baik untuk memberikan vaksin HPV adalah 10-14 tahun, sebab pada usia terebut, kadar antibodinya dua kali lipat,” lanjutnya. Efek samping yang ditimbulkan adalah rasa nyeri, bengkak dan kemerahan. Namun bukan disebabkan oleh vaksin tersebut, melainkan oleh jarum suntik.
Pemberian vaksin dilakukan pada bulan 0, bulan satu dan bulan keenam. Setelah tiga kali diberikan vaksin, tidak ada lagi pengulangan vaksin. Di Indonesia, biaya satu kali vaksin HPV sebesar Rp 700.000. Biaya ini lebih murah dibandingkan dengan biaya vaksin HPV di luar negeri yang sebesar US$ 130 atau sekitar Rp 1,3 juta. (stevani elisabeth)


CONTOH GAMBAR